KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb.
Puji dan syukur seraya kita panjatkan kehadirat
Allah SWT karena rahmatnya kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah yang
berjudul “PENGOLAHAN HASIL SAMPING SERELIA DAN UMBI MENJADI NONPANGAN”. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada Nabi
Muhammad SAW.
Tidak lupa ucapan rasa terima kasih kami
haturkan kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan baik moril maupun
materil dalam pembuatan makalah ini. Sehingga pembuatan makalah ini bisa berjalan
dengan baik dan lancar tanpa ada halangan suatu apapun . Adapun tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan
penulis dalam menganalisis perkembangan kognitif.
Mengingat keterbatasan pengetahuan dan
keterampilan penulis, kami mohon maaf apabila dalam penyusunan makalah ini
terdapat kekurangan dan kesalahan. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan
kritik yang membangun demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini bisa
bermanfaat untuk kita semua.
Wassalamualaikum Wr,Wb.
Megang sakti, Mei
2017
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR................................................................................................... ii
DAFTAR
ISI................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang................................................................................................ 1
B.
Tujuan
Penulisan............................................................................................. 2
C.
Manfaat Penulisan.......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A.
Ubi Kayu (Mannihot
esculenta).......................................................................... 3
B. Bioetanol............................................................................................................... 4
C. Pengolahan Kulit Ubi Kayu menjadi Bioetanol................................................ 5
D. Prospek Pengembangan Bioetanol dari Kulit Ubi Kayu................................. 6
E. Potensi Ubi Kayu sebagai Bahan Baku Bioetanol............................................ 7
F. Pihak-Pihak yang Dapat
Mengimplementasikan Gagasan............................. 8
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan.............................................................................................................. 10
B.
Saran........................................................................................................................ 11
DAFTAR
PUSTAKA........................................................................................................ 12
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Krisis
energi telah memicu meningkatnya harga bahan bakar di pasar Internasional.
Berbagai masalah yang melatarbelakangi krisis energi ini dikarenakan
perkembangan teknologi yang sangat pesat, banyak pembangunan pabrik disetiap
negara, baik itu negara berkembang maupun negara maju sehingga bertambahnya
alat-alat transportasi yang menggunakan bahan bakar. Upaya untuk mencari energi
alternatif demi menggantikan bahan bakar yang semakin menipis telah dilakukan
sejak puluhan tahun lalu. Energi alternatif ini sangat membantu manusia sebagai
pengganti bahan bakar fosil dan mengurangi polusi. Contoh energi alternatif
adalah energi surya, energi hybrid, bioetanol, biomassa,
energi angin, energi panas bumi dan sebagainya. (Baliyadi, 2002)
Dalam
rangka menjamin keamanan pasokan energi dalam negeri, telah dikeluarkan
Peraturan Presiden RI tentang Kebijakan Energi Nasional No. 5 Tahun 2006. Dalam
Perpres tersebut antara lain disebutkan bahwa penyediaan biofuel pada tahun
2025 minimal 5% dari kebutuhan energi nasional. Untuk menyiapkan penyediaan
biofuel ini, telah dikeluarkan Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2006, dimana
Menteri Pertanian ditugasi untuk: (1) mendorong penyediaan tanaman bahan bakar
nabati (bioetanol), (2) melakukan penyuluhan pengembangan tanaman bahan baku
bahan bakar nabati (bioetanol), (3) memfasilitisasi penyediaan benih dan bibit
tanaman bahan baku bahan bakar nabati (bioetanol), dan (4) mengintegrasikan
kegiatan pengembangan dan kegiatan pasca panen tanamanbahan baku bahan bakar
nabati.
Bioetanol
merupakan salah satu energi masa depan. Organization for
EconomicCooperation and Development (OECD) dalam laporannya
mengestimasikan bahwa 13% bahan bakar cair dibutuhkan pada tahun 2050 yang
dipasok dari bioetanol tranportasi. Estimasi ini berdasarkan potensi teknologi
dan ekonomi bioetanol. Bioetanol transportasi belum dapat menggantikan bahan
bakar fosil secara total pada waktu dekat hanya sebagai solusi pengganti
sebagian. ( Doornbosch and Steenblik, 2007). Bahan bakar nabati (BBN)
atau bioetanol adalah bahan bakar transportasi berbasis komoditas pertanian
yang biasanya digunakan untuk bahan makanan.
Gambar 1 Singkong sebagai bahan baku bioetanol
(Sumber: Hasil analisis, 2010)
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari
karya tulis ini adalah sebagai berikut:
1.
Mengetahui cara
mengolah kulit ubi kayu menjadi bioetanol.
2.
Memaparkan prospek
pengembangan bioetanol dari kulit ubi kayu khususnya yang berbahan pangan ubi
kayu.
3.
Mengetahui potensi
pengembangan bioetanol dari kulit ubi kayu tersebut.
C. Manfaat Penulisan
Manfaat dari
penulisan karya tulis ini adalah :
1.
Memberikan informasi
kepada masyarakat bahwa kulit ubi kayu dapat dimanfaatkan menjadi bioetanol
sebagai bahan bakar alternatif pengganti bahan bakar fosil.
2.
Memberikan informasi
dan gambaran mengenai prospek pengembangan bioetanol dari kulit ubi kayu
tersebut.
3.
Memberikan gambaran
mengenai peluang usaha untuk mengolah kulit ubi kayu menjadi bioetanol.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Ubi Kayu (Mannihot
esculenta)
Ubi
kayu (Mannihot esculenta) termasuk tumbuhan berbatang pohon lunak atau
getas (mudah patah). Ubi kayu berbatang bulat dan bergerigi yang terjadi dari
bekas pangkal tangkai daun, bagian tengahnya bergabus dan termasuk tumbuhan
yang tinggi. Ubi kayu bisa mencapai ketinggian 1-4 meter. Pemeliharaannya mudah
dan produktif. Ubi kayu dapat tumbuh subur di daerah yang berketinggian 1200
meter di atas permukaan air laut. Daun ubi kayu memiliki tangkai panjang dan
helaian daunnya menyerupai telapak tangan, dan tiap tangkai mempunyai daun
sekitar 3-8 lembar. Tangkai daun tersebut berwarna kuning, hijau atau merah.
Ubi kayu dikenal dengan nama Cassava (Inggris), gadung (
Batak); Kasapen, sampeu, kowi dangdeur (Sunda); Ubi kayu,
singkong, ketela pohon (Indonesia); Pohon, bodin, ketela
bodin, tela jendral, tela kaspo (Jawa).
Kulit
ubi kayu mempunyai komposisi kandungan kimia (per 100 gram) antara lain :
Kalori 146 kal, Protein 1,2 gram, Lemak 0,3 gram, Hidrat arang 34,7 gram,
Kalsium 33 mg, Fosfor 40 mg, Zat besi 0,7 mg, vitamin B1 0,06 mg, Vitamin C 30
mg, tanin, enzim peroksidase, etanol, glikosida dan kalsium oksalat. Dari
kandungan tersebut, kulit ubi kayu berpotensi menjadi bahan bakar bioetanol.
Fungsi
singkong (ubi kayu) sudah mulai bergeser, dari penyediaan bahan pangan,
berpotensi menjadi bahan baku untuk pengembangan bioetanol. Kebutuhan biotanol
sampai dengan 2010 tergolong cukup tinggi, yaitu mencapai 1,8 juta kilo liter.
Demikian yang dilaporkan Mingguan Agro Indonesia, dalam seminar di Puslitbang
Tanaman Pangan Bogor. Dalam seminar yang berjudul Skenario Pengembangan Ubi
Kayu Mendukung Program Pengembangan Energi Alternatif Bersumber dari bioetanol,
J. Wargiono mengatakan bahwa untuk mendukung program tersebut perlu menggenjot
produksi ubi kayu secara nasional hingga 15%. Lebih lanjut dikatakan bahwa
besarnya kebutuhan industri agar pasokan bahan bakunya aman, memang sudah
dihitung. Selain itu tidak semua propinsi wajib mengembangkan dan mengikuti
skenario ini. Jika daerah-daerah tersebut terdapat daerah kantung-kantung
kemiskinan dan kelaparan, prioritas utama untuk mendukung penyediaan bahan
pangan. Ubi kayu merupakan salah satu sumber daya alam lokal Indonesia.
B. Bioetanol
Bioetanol
merupakan bahan bakar dari minyak nabati yang memiliki sifat menyerupai minyak
premium. Untuk pengganti premium, terdapat alternatif gasohol yang merupakan
campuran antara bensin dan bioetanol. Adapun manfaat pemakaian gasohol di
Indonesia yaitu memperbesar basis sumber daya bahan bakar cair, mengurangi
impor BBM, menguatkan security of supply bahan bakar,
meningkatkan kesempatan kerja, berpotensi mengurangi ketimpangan pendapatan
antar individu dan antar daerah, meningkatkan kemampuan nasional dalam
teknologi pertanian dan industri, mengurangi kecenderungan pemanasan global dan
pencemaran udara (bahan bakar ramah lingkungan) dan berpotensi mendorong ekspor
komoditi baru.Bioetanol tersebut bersumber dari karbohidrat yang potensial
sebagai bahan baku seperti jagung, ubi kayu, ubi jalar, sagu dan tebu. Adapun
konversi biomasa tanaman tersebut menjadi bioethanol adalah seperti pada tabel
dibawah ini.
Tabel
1 Konversi biomassa menjadi bioetanol Biomassa
Bahan
|
Jumlah biomassa (kg)
|
Kandungan gula (kg)
|
Jumlah hasil bioetanol (liter)
|
Biomassa : Bioetanol
|
Ubi Kayu
|
1.000
|
250-300
|
166,6
|
6,5 : 1
|
Ubi Jalar
|
1.000
|
150-200
|
125
|
8 : 1
|
Jagung
|
1.000
|
600-700
|
400
|
2,5 : 1
|
Sagu
|
1.000
|
120-160
|
90
|
12:1
|
Tetes
|
1.000
|
500
|
250
|
4:1
|
(Sumber : Balai Besar
Teknologi Pati-BPPT,2006)
Satu ton singkong dapat diolah menjadi 300 kilogram
bubur singkong yang memiliki nilai jual Rp 2.350,- perkilogram chip. Artinya
untuk setiap hektar dengan kapasitas 11,43 ton mampu menghasilkan penjualan
sebesar Rp 8.058.150,-. Bubur singkong ini dapat diolah menjadi Bioetanol
maupun diekspor langsung ke luar negeri seperti China.
Tabel 2. Potensi singkong sebagai Bioetanol
Jenis Tumbuhan
|
ProduksiMinyak (Liter per Ha)
|
Ekivalen Energi (kWh per Ha)
|
Manihot esculenta (singkong)
|
1.020
|
6.600
|
(Sumber : Purwanto, 2010)
Dari pemaparan tersebut, maka kulit ubi kayu juga
dapat diolah menjadi bioetanol, karena kandungannya yang hampir sama dengan
umbinya. Potensi keberhasilannya didukung dengan volume ubi kayu pada suatu
daerah ( biasanya Indonesia bagian timur) yang menjadi ubi kayu sebagai bahan
pangan.
C. Pengolahan Kulit Ubi Kayu menjadi Bioetanol
Kulit
ubi kayu diambil dari industri pengolahan ubi kayu dan daerah berbahan pangan
ubi kayu. Dibersihkan dan dicacah menjadi berukuran kecil-kecil. Singkong yang
telah dicacah dikeringkan hingga kadar air maksimal 16%.,menyerupai singkong
yang dikeringkan menjadi gaplek, tujuannya agar lebih awet sehingga produsen
dapat menyimpan sebagai cadangan bahan baku. Kemudian dimasukkan 25 kg gaplek
ke dalam tangki stainless steel berkapasitas 120 liter, lalu tambahkan air
hingga mencapai volume 100 liter. Selanjutnya dipanaskan gaplek hingga 1000C
selama 0,5 jam, kemudian diaduk rebusan gaplek sampai menjadi bubur dan
mengental. Dinginkan bubur gaplek, lalu dimasukkan ke dalam tangki
sakarifikasi. Sakarifikasi adalah proses penguraian pati menjadi glukosa.
Setelah
dingin, dimasukkan cendawan Aspergillus yang akan memecah pati
menjadi glukosa. Untuk menguraikan 100 liter bubur pati singkong, perlu 10
liter larutan cendawan Aspergillus atau 10% dari total bubur. Konsentrasi
cendawan mencapai 100-juta sel/ml. Sebelum digunakan, Aspergillus dikulturkan
pada bubur gaplek yang telah dimasak tadi agar adaptif dengan sifat kimia bubur
gaplek. Cendawan berkembang biak dan bekerja mengurai pati. Dua jam kemudian,
bubur gaplek berubah menjadi 2 lapisan: air dan endapan gula. Aduk kembali pati
yang sudah menjadi gula itu, lalu masukkan ke dalam tangki fermentasi. Namun,
sebelum difermentasi pastikan kadar gula larutan pati maksimal 17-18%. Itu
adalah kadar gula maksimum yang disukai bakteri (Saccharomyces) untuk
hidup dan bekerja mengurai gula menjadi alkohol. Jika kadar gula lebih tinggi,
tambahkan air hingga mencapai kadar yang diinginkan. Bila sebaliknya, tambahkan
larutan gula pasir agar mencapai kadar gula maksimum. Tutup rapat tangki
fermentasi untuk mencegah kontaminasi danSaccharomyces bekerja
mengurai glukosa lebih optimal.
Fermentasi
berlangsung anaerob (tidak membutuhkan oksigen). Agar fermentasi optimal, jaga
suhu pada 28-32 oC dan pH 4,5-5,5. Setelah 2-3 hari, larutan
pati berubah menjadi 3 lapisan. Lapisan terbawah berupa endapan protein. Di
atasnya air, dan etanol. Hasil fermentasi itu disebut bir yang mengandung 6-12
% etanol. Sedot larutan etanol dengan selang plastik melalui kertas saring
berukuran 1 mikron untuk menyaring endapan protein. Meski telah disaring,
etanol masih bercampur air. Untuk memisahkannya, lakukan destilasi atau
penyulingan. Panaskan campuran air dan etanol pada suhu 78 oC
atau setara titik didih etanol. Pada suhu itu etanol lebih dulu menguap
daripada air yang bertitik didih 100 oC. Uap etanol dialirkan
melalui pipa yang terendam air sehingga terkondensasi dan kembali menjadi
etanol cair. Hasil penyulingan berupa 95% etanol dan tidak dapat larut dalam
bensin. Agar larut, diperlukan etanol berkadar 99% atau disebut etanol kering.
Oleh sebab itu, perlu destilasi absorbent etanol 95% kemudian dipanaskan 100oC.
Pada suhu tersebut, etanol dan air menguap. Uap keduanya kemudian dilewatkan ke
dalam pipa yang dindingnya berlapis zeolit atau pati. Zeolit akan menyerap
kadar air tersisa hingga diperoleh etanol 99% yang siap dicampur dengan bensin.
Sepuluh liter etanol 99%, membutuhkan 120-130 liter bir yang dihasilkan dari 25
kg gaplek.
Proses
fermentasi menghasilkan dua tipe bioetanol: alkohol dan ester. Bahan-bahan ini
secara teori dapat digunakan untuk menggantikan bahan bakar fosil tetapi karena
terkadang diperlukan perubahan besar pada mesin, bioetanol biasanya dicampur
dengan bahan bakar fosil. Uni Eropa merencanakan 5,75 persen etanol yang
dihasilkan dari gandum, bit, kentang atau jagung ditambahkan pada bahan bakar
fosil pada tahun 2010 dan 20 persen pada 2020. Sekitar seperempat bahan bakar
transportasi di Brazil tahun 2002 adalah etanol.
D. Prospek Pengembangan Bioetanol dari Kulit Ubi Kayu
Petunjuk
pelaksanaan pengembangan energi alternatif secara detail sudah diatur dalam
dokumen Pengelolaan Energi Nasional (PEN). Didalamnya disebutkan mengenai
rencana (roadmap) pengembangan seluruh jenis energi alternatif. Dalam
waktu dekat, pemerintah juga akan menerbitkan Inpres tentang biofuel (biodisel dan bioetanol)
yang akan merinci insentif bagi pengembangan biofuel, termasuk instruksi kepada
menteri-menteri untuk menindaklanjuti di departemen masing-masing.
Pengembangan
perkebunan energi akan memberikan dampak bagi penghematan sumber energi tak
terbarukan, meningkatkan ketahanan energi nasional dan berkurangnya biaya
kesehatan akibat pencemaran udara serta akan membuka peluang usaha bagi
masyarakat, di samping tujuan utamanya untuk mereklamasi lahan kritis yang ada.
Untuk menjaga keseimbangan lingkungan (bioferacy), variasi komposisi
jenis tanaman sangat dimungkinkan. Namun tetap harus diperhatikan jenis tanaman
yang akan dipilih, sehingga diharapkan mampu mengangkat harkat plasma nutfah
dari endemik ke taraf yang lebih tinggi. Dengan diterbitkannya tujuh izin
investasi pembangunan pabrik energi alternatif (biodiesel dan bioetanol) oleh
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pada pertengahan tahun 2005 yang lalu,
yang akan memperkuat indikasi bahwa peluang bisnis di bidang bioenergi dan
bioetanol sudah dilirik para investor, sehingga pengembangan perkebunan energi
menjadi sesuatu yang menjanjikan, menguntungkan serta prospektif di masa yang
akan datang. .
E. Potensi Ubi Kayu sebagai Bahan Baku Bioetanol
Ubi
kayu di Indonesia masih digolongkan sebagai hasil pertanian sekunder, karena
sebagai makanan pokok, Indonesia masih sebagian besar mengutamakan beras.
Walaupun sebagai hasil pertanian sekunder, tetapi produksi ubi kayu lebih
tinggi apabila dibandingkan dengan jagung, dan ubi jalar yang juga berperan
sebagai hasil pertanian sekunder. Perbandingannya dapat dilihat pada tabel 3
Tabel
3 Perbandingan Produksi Bahan Baku Bioetanol
TAHUN
|
PRODUKSI (TON)
|
||
UBI KAYU
|
JAGUNG
|
UBI JALAR
|
|
2001
|
17.054.648
|
9.347.192
|
1.749.070
|
2002
|
16.913.104
|
9.367.980
|
1.771.642
|
2003
|
18.523.810
|
10.886.442
|
1.991.478
|
2004
|
19.424.707
|
11.225.243
|
1.901.802
|
2005
|
19.196.849
|
11.736.977
|
1799.78
|
(Sumber:
Deptan, 2005)
Apabila
dilihat secara lebih komprehensif, produksi ubi kayu Indonesia cukup besar
dibanding Negara-negara lain. Laporan United Nation Industrial
Development Organization(UNIDO) menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah
satu Negara penghasil ubi kayu terbesar kedua di Asia setelah Thailand,
sementara didunia menempati urutan kelima setelah Nigeria, Brazil, Thailand,
dan Kongo. Representasi tersebut menunjukkan potensi besar ubi kayu untuk
dimanfaatkan menjadi produk olahan lain, baik pangan atau nonpangan. Salah
satunya adalah pengembangan bahan bakar bioetanol dari kulit ubi kayu.
F. Pihak-Pihak yang Dapat
Mengimplementasikan Gagasan
Gagasan ini dapat terwujud melalui partisipasi aktif
pihak-pihak yang tercantum dalam tabel 4 berikut:
Tabel 4
Identifikasi pelaksana, sumber
dana dan program konversi energi ke bioetanol
Pelaksanaan
|
Sumber dana
|
Program yang
diterapkan
|
Lembaga khusus pengembangan keunggulan lokal dibawah
Pemerintah daerah
|
Alokasi dana APBN dan APBD pemerintah untuk
pengembangan daerah
|
Memberi pinjaman lunak kepada yang bergiat pada
konversi energi dan menyiapkan kebutuhan yang digunakan khususnya yang belum
terjangkau energi listrik
|
LSM (Lembaga Swadaya masyarakat)
|
Pengajuan usulancommunity developmentsebagai
program CSR perusahaan yang berkelanjutan (peluang besar mendapatkan 3% dari
total keuntungan perusahaan sesuai UU No. 27 tahun 2008 tentang program CSR perusahaan)
|
Penyuluhan kepada masyarakat tentang energi ramah lingkungan seperti
penggalakan bioetanol
|
Kalangan akademisi (mahasiswa/Perguruan Tinggi)
|
Dana pinjaman dengan bunga rendah dari bank milik
pemerintah
|
Pelatihan & pelaksanaan pembuatan alat-alat yang
dapat menghasilkan energi listrik dari bahan baku bioetanol (kulit ubi kayu)
|
(sumber : hasil analisis, 2010)
Pemberian pinjaman lunak baik dari pemerintah maupun
swasta dapat menstimulus masyarakat dalam mengembangkan bioetanol seperti
pembuatan bioetanol dari kulit ubi kayu. Selain itu penyuluhan dan pelatihan
dari para akademisi dan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) pada masyarakat
tentang prospek pengembangan bioetanol juga sangat berperan yaitu apabila
mengembangkan bioetanol, selain dapat mengurangi limbah dan memperoleh energi
listrik juga dapat meningkatkan pendapatan sampingan.
BAB
III
PENUTUP
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Inti Gagasan
Ubi kayu adalah salah satu produk pangan negara
Indonesia yang produksi bioetanolnya paling besar dibandingkan produk pangan
yang lain. Dilihat dari segi konsumtifnya, pasti ada limbah berupa kulit dalam
proses pengolahannya yang seringkali menjadi limbah. Dari komposisinya, kulit
ubi kayu tidak berbeda jauh dari umbinya, sehingga kulit ubi kayu dapat diolah
dan menghasilkan bioetanol.
Teknik Implementasi Gagasan
Langkah-langkah implementasi untuk mewujudkan kulit ubi kayu sebagai bahan
baku bioetanol adalah:
1.
Identifikasi potensi
pengembangan bioetanol yang berada pada suatu daerah
2.
Melakukan pendekatan
secara gradual (bertahap) kepada masyarakat dan memberikan
penyuluhan manfaat bioetanol.
3.
Konsultasi
permasalahan yang terjadi dalam proses pelaksanaannya.
4.
Melakukan kemitraan
strategis dengan swasta yang memiliki prinsip yang sama sebagai modal awal
pengembangan.
5.
Penanaman kepercayaan
kepada masyarakat bakal menjadi hemat dan menguntungkan dengan mengembangkan
bioetanol.
6.
Melakukan pemetaan
daerah potensial pengembangan dalam daerah yang dituju.
7.
Melakukan mekanisme
evaluasi secara periodik dan professional.÷÷÷÷
Prediksi Keberhasilan
Gagasan
Gagasan pengembangan
kulit ubi kayu sebagai bahan baku bioetanol secara ekonomis sangat
menguntungkan bagi masyarakat, khususnya daerah yang berbahan pangan ubi kayu.
Selain umbinya dapat dijadikan sebagai pangan, kulitnya dapat memproduksi bioetanol.
Selain itu, penggunaan kulit ubi kayu secara langsung mengurangi limbah organik
dari industri pengolahan ubi kayu. Keberhasilan dari gagasan ini nantinya
ditentukan volume konsumsi ubi kayu dan luas lahan pertanian ubi kayu. Jika
gagasan ini diterapkan secara konsisten diseluruh penjuru Indonesia, maka
Indonesia tidak akan krisis energi.
Jika
hanya 1 liter etanol adalah Rp.6000,- dan untuk membuat 1 liter etanol
dibutuhkan 6 kg kulit ubi kayu saja atau setara dangan 60 kg ubi kayu, maka
dengan lahan 1 ha kapasitas 11,43 ton didapatkan tanbahan pendapatan sebesar:
11,43 ton x
11430
kg x 6/60 kg x Rp. 6000,- = Rp 6.858.000,-
Dari
pemaparan tersebut, jelas bahwa kulit ubi kayu dapat meningkatkan penghasilan,
mengurangi ketergatungan pada bahan bakar fosil dan mengurangi kuantitas limbah
organik serta polutan.
B. Saran
Semoga makalah ini bisa menambah ilmu wawasan dan
pengetahuan serta dapat di jadikan motivasi untuk lebih bisa membuat sesuatu
yang berharga dari bahan yang sudah tidak dipakai lagi.
DAFTAR
PUSTAKA
Amin,
Sarmini, dkk. 2003. Membandingkan Emisi Gas Buang Bahan Bakar Solar dan
Biodiesel. Jakarta: Erlangga
Amri, Idral. 2005. Dilema Biofuel sebagai
Energi Alternatif. Jakarta: Erlangga
Anonim.
2006. Membangun Industri Beoetanol Nasional sebagai Pasokan Energi
Berkelanjutan dalam Menghadapi Krisis Energi Global.(http://id.wikipedia.org/wiki/biofuel,
diaks 21 November 2007).
Baliyadi, Y. W. Tengkano, Bedou dan Purwantoro.
2002. Validasi Rekomendasi
bidiesel. Agritek
16 (3) :492-500.
Bustaman, Sjahrul. 2009. Strategi Pengembangan
Industri Biodiesel Berbasis Kelapa
di Maluku. Jurnal
Penelitian dan Pengembangan Pertanian 28 (2) :46-53.
Day, R.A.Jr dan Underwood,A.L. 1986. Kimia
Analisis Kuantitatif. Jakarta :
Erlangga.
Darkuni,
M Noviar. Tanpa Tahun. Mikrobiologim"Pertumbuhan Bakteri". Malang:
FMIPA Universitas Negeri Malang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar